Cerpen Putu Wijaya yang diterbitkan di Kompas hari Minggu (17/7) lalu membuat saya terpukau. Saya membacanya sampai terharu, sekaligus.. terpingkal-pingkal.
Judulnya “Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-Kata”. Dilihat dari judulnya saja, orang mungkin berpikir bahwa pantaslah jika saya terharu. Tapi kalau terpingkal-pingkal? 🙂
Sejak tanggal 13 Juli kemarin, saya berhenti berlangganan Kompas. Selama ini, koran-koran itu seringnya hanya teronggok di ruang tamu, jarang disentuh apalagi dibaca sampai ke dalam-dalam. Kasihan kan? Yang saya sukai dari Kompas sebenarnya adalah edisi Minggunya, yang memuat puisi, foto, geoweek, cerita sosialita, TTS, serta terutama dua yang paling saya gemari: cerpen dan kolom parodi Samuel Mulia. Pada hari Minggu, biasanya saya akan dengan tidak sabar menunggu koran itu datang. Namun, hari Minggu kemarin tidak ada yang saya tunggu-tunggu. Koran Kompas memang masih datang, tapi untuk tetangga sebelah rumah.
Minggu pagi, akun twitter Goenawan Mohamad yang saya follow melontarkan beberapa tweet seputar cerpen Putu Wijaya itu. Wah, pasti cerpen edisi pekan ini istimewa sampai-sampai beliau menyebutnya di twitter. Ahhh, penasaran penasaran penasaran… Berulang kali saya menengok blog Kumpulan Cerpen Kompas, tapi sampai malam tiba, cerpen tersebut belum jua diposting oleh Tukang Kliping.